Aya, orang dari chatroom itu bisa siapa saja. Belum tentu identitasnya benar. Bisa saja dia itu sudah om-om yang pura-pura jadi anak kuliahan.

 

Taka821 : Ay besok libur kah?

Ay-chan : engga, besok kuliah pagi, biasa

Taka821 : kalau begitu, bukannya Ay harus bobo?

Ay-chan : tapi, hari ini Ay baru ngobrol sebentar sama Taka

Taka821 : gw ga ke mana-mana kok, besok malam juga masih bisa chat lagi

Ay-chan : yaa, Taka udah cape ya? hayo ngaku

Taka821 : iya deh, gw ngaku, gw yang cape, yang penting Ay sekarang pergi bobo

Ay-chan : oke, sampai besok

Taka821 : bobo yang nyenyak, besok pasti lebih baik =)

Aya mematikan komputernya, kemudian pergi ke kamar mandi, mencuci muka, menggosok gigi, kemudian masuk ke kamar.
Ahh, Taka memang baik dan penuh perhatian; beda banget sama Ken yang suka seenaknya, Aya membandingkan dua orang cowo yang saat ini paling dekat dengannya.

Sudah tiga bulan terakhir ini Aya sangat rajin main komputer tiap malam hari. Semua berawal dari perkenalannya dengan Taka. Seorang cowo dengan nickname Taka821 di chatroom. Dengan Taka, Aya merasa bisa bercerita dengan bebas tanpa perlu rahasia, dan Taka adalah seorang pendengar yang baik, yang selalu bisa menghibur Aya di saat sedih, dan memberi semangat Aya di saat putus asa. Sempurna bukan? Hampir semuanya sempurna kecuali satu hal, Aya belum pernah bertemu dengan Taka. Komunikasi mereka hanya melalui sebuah chatroom yang setiap malam rajin dikunjungi Aya.

Pagi hari. Aya masih belum bergerak dari kasurnya meskipun 3 jam weker sudah meraung dengan kerasnya di meja belajar.

“Ayaaaa, sudah pagi, kamu mesti kuliah,” terdengar suara ibunya dari depan kamar.

“Iya, ma, lima menit lagi”

“Aya, lima menit yang lalu kamu sudah bilang lima menit lagi”

“Sepuluh menit lagi,” jawab Aya setengah tertidur.

Dan Aya kembali menikmati “sepuluh menit” nya sementara sang mama sibuk menyiapkan makan pagi.

Ting tong !

“Ya sebentar”

Pintu dibuka, dan seorang pemuda bercelana jeans dan mengenakan jaket tampak berdiri di depannya.

“Selamat pagi, tante”

“Selamat pagi, Ken”

“Aya sudah siap, tante?”

“Aya masih tidur, sebentar tante coba bangunkan lagi”

Ken duduk di sofa depan.

“Ayaaa.. Ken sudah datang menjemput.”

“Iyaa,” terdengar suara lirih Aya, masih setengah tertidur.

“Ah, Ken sudah datang?” Aya langsung bangun karena terkejut. “Aaaaa, mama, kenapa nggak bangunkan Aya sejak tadi?”

“Lah, kamunya sudah dibangunkan dari setengah jam yang lalu tapi masih tidur. Lantas dari tadi kamu jawab mama lima menit lagi, sepuluh menit lagi, itu apaan?”

“Aya tadi ada bilang lima menit lagi kah?”

“Kalau bukan Aya, berarti tadi siapa? Kamu itu aneh-aneh saja, sambil tidur juga bisa menjawab.”

“Hehehe, maaf, mama.” Aya minum segelas air yang sudah disediakan ibunya di samping tepat tidur, kemudian berjalan ke kamar mandi. “Kennn, tunggu Aya ya”

“Udah sana, mandi,” Ken menjawab dari ruang tunggu depan.

Setelah 25 menit mandi dan sarapan super kilat, Aya berjalan ke depan sambil memakai jaketnya untuk naik motor.

“Maaf bikin menunggu”

“Iya, dasar tukang tidur”

“Jahat !”

“Eh, tapi itu kenyataan kok”

“Iya, kenyataan kalo Ken jahat”

“Iya dehh, nungguin seseorang yang telat setengah jam itu jahat, tapi orang yang tetap bisa tidur di tengah bunyi 3 weker itu baek”

Aya mencubit lengan Ken sambil berjalan menuju motor Honda yang diparkir di depan.

“Eh, kamu belum pakai helm”

“O iya, lupa”

“Makanya kalau udah jalan keluar bangun dong, jangan setengah tidur,” Ken menggoda Aya.

“Jahat !”

Ken tersenyum.

Dan mereka berangkat ke kampus.

Sore ini Aya tak sabar untuk sampai ke rumah. Kakinya menendang-nendang batu di sekitarnya sambil menunggu Ken yang tak kunjung datang.

Ke mana sih Ken, sudah dibilang jam 3 mesti jemput di kampus malah nggak muncul. Sudah 1 jam nunggu di sini nih.
Aya mengeluarkan Nokia nya dari tas, kemudian mulai mencari nomor telepon makhluk paling bego sedunia yang terlambat menjemputnya.

“Maaf, maaf” dengan nafas terputus-putus Ken berlari menuju rerumputan tempat Aya berdiri.

“Akhirnya, Aya barusan mau nelpon kamu.”

“Iya, maaf, tadi Pak Muklis telat datangnya, jadinya konsultasi berlanjut sampai jam lima.”

“Nelpon dulu napa?” Aya mulai merajuk.

“Iya deh, lain kali aku telpon dulu. Udah, tuan putri jangan ngambek ya.”

“Nggak ada dalam cerita mana pun seorang putri nungguin jemputan yang telat?”

“Hehehe, maksudku tadi putri tidur,” Ken tertawa.

“Jahattttt”

Masih setengah marah, Aya mengikuti Ken berjalan ke parkiran motor.

“Jadi gimana tadi konsultasinya?”

“Yah, gitu lah, seperti biasa dicorat-coret sana-sini. Bukan skripsi namanya kalau nggak ngalamin ditolak melulu sama dosen.”

“Hehehe”

“Eh, malah ketawa, senang ya kalau aku gak lulus-lulus”

“Hehehe, iya kali, biar Aya masih ada yang nganter ke kampus”

“Dasar, kadang aku ngerasa kayak sopir ojek deh”

“Ih, diajak becanda dikit udah marah”

“Udah lah, cape ngebahasnya”

Dan kemudian motor Ken melaju menuju rumah Aya.

“Ken..”

“Kenapa?”

“Kemarin malam Ken nggak nyobain chatroom yang Aya bilang?”

“Wah, aku nggak sempat, kemarin aku sampai malam nulis revisi bab 3”

“Oh”

Keduanya diam.

“Kamu ngobrol sama si Taka lagi?”

Aya masih diam.

“Aya, orang dari chatroom itu bisa siapa saja. Belum tentu identitasnya benar. Bisa saja dia itu sudah om-om yang pura-pura jadi anak kuliahan.”

“Ken kok bisanya menjelekkan Taka? Ngobrol saja belum pernah. Aya minta Taka ikutan chatroom saja sampai hari ini nggak pernah muncul.”

Ken menarik nafas dalam.

Laju motor sedikit melambat.

“Seandainya aku muncul di chatroom Aya, terus kamu berharap aku ngomong apa di situ?”

“Ya ngomong apa saja, masa Ken nggak bisa ajak Aya ngobrol sesuatu yang seru?”

“Lah, kalau mau ngobrol kenapa mesti di chatroom? Kita kan ketemu tiap hari, kita bisa ngobrol langsung.”

“Tapi…” Aya tidak bisa melanjutkan kata-katanya.

Ken terdiam menunggu jawaban.

“Tapi kan beda”

“Apa yang beda, Aya?”

“Di chatroom kan bisa ngomong lebih seru. Di chatroom bisa ngebayangin muka teman bicara kita. Di chatroom kan…”

Sekali lagi keduanya diam.

Motor Ken menepi dari jalan dan memasuki halaman rumah Aya.

“Sudah sampai”

“Sampai besok, Ken”

“Sampai besok”

Malam itu papa dan mama Aya terheran-heran melihat anak gadisnya yang biasa makan malam porsi kecil tiba-tiba menghabiskan 3 mangkok mie dalam waktu 10 menit, kemudian langsung menuju kamar.

Huh ! Sebel ! Dasar Ken jahat !
Untung hari ini mama masak mie, enak, hehehe.

Jam sembilan lebih dua puluh menit. Sambil memeluk boneka kesayangannya, Aya menyalakan komputer dan segera membuka chatroom favoritnya. Taka belum ada.

Aya, orang dari chatroom itu bisa siapa saja. Belum tentu identitasnya benar. Bisa saja dia itu sudah om-om yang pura-pura jadi anak kuliahan.

Tiba-tiba ucapan Ken tadi sore terlintas kembali di benak Aya.

Ah, tidak ! Tidak ! Taka bukan orang seperti itu. Tidak mungkin ada seorang om-om yang sebegitu baik dan sabar mendengar semua curhat Aya selam ini. Pasti Taka seorang lelaki yang baik.

Hmmm, jangan-jangan dia berwajah jelek.

Ah, tapi nggak mungkin juga. Orang sebaik itu masa nggak cakep, pasti orangnya ganteng.

Aya mulai senyum-senyum sendiri.

Taka821 : selamat malam, Ay.

Ay-chan : Taka, kok malam sekali baru muncul

Taka821 : iya nih, tadi ada urusan

Ay-chan : hmmm, urusan sama yayang ya?

Taka821 : tugas kuliah kok

Ay-chan : sekarang sudah kelar?

Taka821 : belum sih, tapi besok baru dilanjut lagi lah, cape, ini mumpung gw bisa online, langsung cari Ay

Ay-chan : Taka cari Ay, ada apa?

Taka821 : pengen ngobrol saja sih, ngga suka ya ngobrol sama gw?

Ay-chan : eh, siapa bilang nggak suka?

Taka821 : hehe, becanda

Ay-chan : Ay percaya sama Taka kok, makanya Ay suka ngobrol sama Taka

Taka821 : wah, kalau gw bukan orang baik-baik gimana?

Ay-chan : ngga mungkin banget

Taka821 : kok yakin begitu, kan banyak penipuan di internet, Ay jangan mudah percaya sama orang ya

Ay-chan : tapi… tapi Taka nggak termasuk orang jahat kan?

Taka821 : enggak lah, Taka kan pendengar setia cerita Ay

Ay-chan : Taka, kita coba ketemuan yuk?

Prakk !

Ken membuka mata dan mendapati dirinya terjatuh dari kursi. Jam weker yang biasanya berada di atas meja belajar ikut jauh ke lantai dan kaca nya retak.

Lho, kok aku bisa terjatuh? Apa tadi aku ketiduran?

Setengah bingung Ken mengambil jam wekernya, kemudian membetulkan kursi yang jatuh. Sekilas matanya melihat ke arah pintu ruangan. Terkunci. Berarti dia satu-satunya yang berada di dalam kamar.

Ya sudahlah, mungkin badanku perlu istirahat. Besok baru dilanjutkan lagi mengetik perbaikan skripsinya. Mana besok pagi perlu jemput si bawel Aya.

Tangan Ken meraih mouse di meja untuk mematikan komputer. Perhatian Ken tertuju pada sebuah window chatting di layar monitornya.

Taka821 : kok yakin begitu, kan banyak penipuan di internet, Ay jangan mudah percaya sama orang ya

Ay-chan : tapi… tapi Taka nggak termasuk orang jahat kan?

Taka821 : enggak lah, Taka kan pendengar setia cerita Ay

Ay-chan : Taka, kita coba ketemuan yuk?

Ay-chan : Taka?

Ay-chan : Taka, kok kamu nggak jawab?

Ay-chan : Taka…

Ay-chan : Taka ngga mau ketemuan sama Ay?

Lho, siapa yang pakai komputerku untuk chatting?
Lho… Aya? Taka?

Kepala Ken tiba-tiba pusing.

Jakarta, 5 April 2007
Discover Ourselves
Robert Setiadi

 

Dilarang menggunakan cerpen ini untuk keperluan komersial dalam bentuk apa pun tanpa ijin tertulis dari penulis. Penyebaran cerpen diperbolehkan selama bersifat non-komersial dengan syarat harus menyertakan link URL ke alamat
https://www.robertsetiadi.com/articles/short-stories/sahabat-maya/